HIDUP ARIF DAN BIJAKSANA DIMASA SULIT
HIDUP ARIF DAN BIJAKSANA DIMASA SULIT
(Efesus 5:15) “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,”
"Ketika sudah jelas bahwa tujuan tidak dapat dicapai, jangan ubah tujuan, ubah langkah tindakan."
ARTI ARIF DAN BIJAKSANA
Arif dan bijaksana: mampu bertindak sesuai dengan norma-norma yang hidup dalam masyarakat baik norma-norma hukum, norma-norma keagamaan, kebiasan-kebiasan maupun kesusilaan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pada saat itu, serta mampu memperhitungkan akibat dari tindakannya.
Arif- bijaksana dalam ayat ini, bahasa Yunani: “Sophos” artinya: Menyusun rencana terbaik dan menggunakan cara terbaik untuk pelaksanaannya atau Terampil.
Sikap arif artinya “bijaksana” adalah sikap tepat dalam menyikapi setiap keadaan dari setiap peristiwa sehingga memancarlah keadilan, wujudnya adalah:
1. BERPIKIR SEBELUM BERTINDAK
Orang yang melakukan sesuatu secara tidak sembarangan, ia akan cenderung memikirkan dahulu segala sebab akibat dari keputusan yang ia ambil.
2. BUKAN PEMBENCI- PENDENDAM
Sikap dendam hanya akan menghalangi kebahagiaan diri sendiri.
3. TERBUKA TERHADAP PERBEDAAN
Sikap terbuka sehingga dapat memandang segala permasalahan secara menyeluruh, bersedia mendengarkan pendapat orang lain dari berbagai sisi.
4. BERTANGGUNG JAWAB
Keberanian dalam mengakui kesalahan serta meminta maaf jika memang melakukan kesalahan. Tudak suka melempar kesalahan kepada orang lain.
(Mungkin bisa ditambahkan lagi no 5, 6 dst)
PENUTUP
Kalau kita bisa hidup arif dan bijaksana maka kita sangat mudah meminimalisir kesalahan.
#METPAGISAHABAT
Semangat penuh harapan🔥
Efesus 5:15-21 yang tadi kita baca, saya membaginya menjadi 2 poin:
Pertama, bijak dalam bertindak (ay 15-17).
Dalam ayat ini ditunjukan 2 jenis orang, orang bebal dan orang arif, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,…” (ay.15). Orang bebal itu seperti apa? Orang arif seperti apa? Kalau menurut KBBI bebal itu artinya bodoh, sulit mengerti. Sedangkan arif artinya bijaksana, paham/mengerti. Dan hal itu di tegaskan oleh Rasul Paulus di ay.17, “Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan”.
Jadi orang yang bebal itu adalah orang bodoh yang hidup dalam rupa-rupa dosa, dan orang arif adalah orang yang hidup menurut kehendak Tuhan sebab dia mengerti kehendak Tuhan dalam hidupnya. Tuhan menginginkan kita untuk hidup bukan menjadi orang bodoh yang terus menerus hidup dalam perbuatan dosa, melainkan menjadi orang arif yang menuruti kehendak Tuhan sebagai anak-anak terang. Dengan hidup menurut kehendak Tuhan maka kita akan dibentuk menjadi pribadi yang bijaksana dalam menjalani kehidupan.
Mengapa kita perlu bijaksana dalam menjalani kehidupan? Ay.16 dikatakan, “…dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Jika Rasul Paulus dalam kesempatan yang lain mengatakan hidup ini bagaikan sebuah pertandingan, maka waktu yang ada saat ini adalah kesempatan yang berharga bagi kita. Waktu yang masih kita jalani adalah anugerah yang Tuhan berikan. Kita dipanggil untuk mengisi waktu yang berharga ini dengan hidup yang tidak sembrono, sebab hari-hari ini adalah jahat.
Hari-hari ini telah dipenuhi dengan kejahatan. Kejahatan, dosa, telah berevolusi dengan sangat mulus sehingga banyak orang terbuai dengan kejahatan, dan tanpa sadar membawa mereka ke dalam kegelapan, dosa. Akhir-akhir ini heboh berita ibu rumah tangga dimanfaatkan sebagai kurir narkoba. Bisa jadi ibu rumah tangga itu tidak tahu barang apa yang dibawanya karena terbungkus rapat. Karena ibalannya besar dibohongi isinya pun dia tidak tahu. Ternyata di bandara ketahuan isinya narkoba, ditangkap. Bisa jadi orang itu tahu isinya narkoba, tapi demi uang rela melakukan apa saja. Kejahatan bisa hadir membawa janji kenikmatan, tetapi ujungnya kepada maut.
Apa yang diminta oleh Salomo saat Tuhan datang kepadanya lewat mimpi? “Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu.” Bayangkan, apapun loh Tuhan akan kasih, tanpa syarat. Lalu apakah Salomo meminta kekayaan? Tidak! Umur panjang? Tidak! Nyawa musuhnya? Tidak juga! Salomo menginginkan pengertian untuk memutuskan hukum. “Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yanjahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?” (1 Raj 3:9). Pengertian untuk memutuskan hukum, yang dibutuhkan oleh Salomo sebagai seorang raja, dan itu adalah keputusan yang bijaksana. Salomo meminta apa yang dia butuhkan, bukan sekedar apa yang dia inginkan untuk memenuhi kepuasan dirinya.
Keputusan kita hari ini, menentukan perjalanan kita selanjutnya, maka bijaklah menggunakan waktu yang ada!
Kedua, menghidupi spiritualitas (ay. 18-21).
Dalam pemujaan kepada Dewi Artemis mereka biasa mengadakan arak-arakan, pesta pora dan mabuk oleh anggur. Karena mabuk mereka kehilangan kendali dan melakukan tindakan di luar kontrol mereka. Di Jogja beberapa hari lalu terjadi pembacokan salah sasaran karena pelaku mabuk. Kemabukan mengantar orang lebih mudah untuk melakukan kejahatan tanpa rasa takut.
Sebagai pengikut Kristus jemaat Efesus harus berani melawan godaan kemabukan itu dengan menghidupi spiritualitas mereka. Hidup mereka harus dipenuhi oleh Roh, biarkan kuasa Roh kudus yang menguasai diri mereka. Masuk dalam persekutuan dan menyanyikan lagu-lagu pujian. Dalam persekutuan orang dituntun untuk mendapatkan keheningan batin dan pembaharuan hidup.
Perlu kita perhatikan, pada ay.19 Rasul Paulus melanjutkan, “Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.” Segenap hati berarti merujuk kepada ketulusan. Tulus situ tidak pura-pura, tapi sungguh-sungguh. Saat kita menyanyikan lagu pujian dengan segenap hati atau tidak, yang paling bisa merasakan ya kita sendiri. Jika dalam hari minggu kita menyanyikan pujian karena rutinitas, maka sekalipun kita menyanyi hati kita tetap kosong, hampa. Berbeda saat kita menyanyikannya dengan segenap hati, kesungguhan, menghayati bait demi bait yang dinyanyikan. Beda cerita kalau lagu yang dinyanyikan baru dan kita kesulitan menyanyikannya. Tetapi jika kita bisa, mari kita menyanyikan lagu pujian dengan segenap hati kita.
Coba saya tanya, pemusik dan pemandu pujian dilarang menjawab ya! Lagu pertama yang kita nyanyikan tadi apa? Lagu sebelum firman Tuhan dibacakan? Ayat ini mengingatkan kita untuk menghayati sebuah pujian dalam ibadah ataupun persekutuan. Sebab lagu-lagu pujian pun menolong kita dalam menyelami kasih Allah. Jadi untuk memuji Tuhan tidak perlu nunggu nanti di sorga, ya? Sekarang bisa kita lakukan kok.
Selanjutnya Rasul Paulus mengajak jemaat Efesus untuk mengucap syukur dalam segala sesuatu, “Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita” (Ef 5:20). Ingat bahwa pada saat itu jemaat Efesus sedang berada di bawah tekanan, dari sesama pengikut Kristus yaitu Kristen Yahudi dan dari masyarakat sekitar yang ada di Efesus. Saat ini jika dalam hidup kita sedang mengalami tekanan, mungkin karena persoalan usaha, relasi dengan rekan kerja, masalah keluarga, masalah study, maka Rasul Paulus berpesan kepada saudara, “Mengucap syukurlah atas segala sesuatu di dalam nama Tuhan.”
Kalau kita kesulitan mengucap syukur, pujian yang kita nyanyikan dalam kebaktian atau pun persekutuan dapat menolong kita untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Saat kita mampu mengucap syukur dalam keadaan apapun, di titik itulah kita menghidupi spiritualitas.
Namun spiritualitas tidak berhenti di titik antara aku dan Tuhan, melainkan juga berlanjut kepada aku dan sesama. Untuk itulah Rasul Paulus mengatakan “…dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus (Ef 5:21).” Sekalipun hidup sebagai anak-anak terang bukan berarti Jemaat Efesus berhak untuk menghakimi atau membenci sesamanya. Mereka diminta untuk merendahkan diri seorang kepada yang lain dengan takut akan Tuhan. Bencilah perbuatan dosa, tetapi kasihilah dia yang melakukan. Kira-kira mudah tidak? Membenci perbuatan orang yang melukai kita, tetapi tetap mengasihi orang itu? Susah kalau kita sendiri yang melakukan, tetapi bersama dengan Kristus kita akan dimampukan.
Penutup
Jadi ada 2 hal untuk hidup sebagai orang arif, pertama bijak dalam bertindak dan kedua menghidupi spiritualitas kita. Spiritulitas menyentuh ranah hubungan kita dengan Tuhan dan kita dengan sesama. Hidup menjadi anak-anak terang bukan soal kuantitas berapa sering kita pergi ke gereja, berapa sibuk kita dengan kegiatan pelayanan. Hidup menjadi anak-anak terang berbicara soal kualitas hidup. Saya ingin mengajak bapak ibu untuk menyaksikan sebuah video yang syairnya bisa menggelitik orang Kristen yang menyaksikannya.